Skip to main content

makalah kajian tentang teori edward III


1.1       Latar Belakang
Penataan kawasan hutan Kota Kaombona di kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore terus digenjot pemerintah Kota Palu,pembangunan berbagai sarana dan prasarana pendukung di kawasan tersebut mulai dirampungkan proses pekerjaannya. Master Plan penataan kawasan Hutan Kota Kaombona sudah dirancang sedemikian rupa agar menjadi kawasan ekowisata dan ruang terbuka hijau ,universitas Institut Tehnologi Bandung (ITB) mendapat kepercayaan dalam melakukan perencanaan penataan hutan kota Kaombona.
Pasca Bencana,keberadaan Hutan Kota Kaombona diharapkan dapat menjadi salah satu tempat masyarakat terdampak bencana untuk bisa bangkit kembali perekonomiannya,untuk itulah dilokasi seluas 98,6 hektar ini turut dibangun kawasan kuliner dan gerai untuk usaha kecil menengah (UKM) terkhusus masyarakat yang terdampak bencana. Pemerintah membangun lapak lapak usaha kecil sebagai pengganti lapak lapak masyarakat yang hancur terkena Tsunami bulan september 2018 silam,harapannya agar ekonomi masyarakat dapat segera bangkit.
Secara Topografi,lokasi Kawasan hutan kota di bersebelahan dengan salah satu kampus swasta di kota Palu ini dapat melihat destinasi kota palu secara 360 derajat,sehingga sangat potensial menjadi tujuan wisata terbaru di kota palu.
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila masyarakat itu sendiri ikut berpartisipasi. Disisi lain, salah kata kunci pada saat ini sering didengungan oleh semua lapisan masyarakat adalah kata peningkatan sumber daya manusia. Kata tersebut mempunyai makna lebih spesifik lagi menyangkut bagaimana mengangkat kondisi masyarakat yang ada menjadi lebih baik dimasa mendatang. Pemberdayaan masyarakat mempunyai arti meningkatnya kemampuan atau meningkatkan kemandirian masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bukan hanya meliputi penguatan individu tetapi juga pranata-pranata sosialnya. Faktor yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan kebijakan pemberdayaan masyarakat adalah, pertama melakukan identifikasi kebutuhn masyarakat melalui pengkajian dan pengembangan dengan tetap dan menjunjung tinggi pendekatan operasional pembangunan Hutan Kota Kaombona. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk mentrasformasikan pertumbuhan masyarakat sebagai kekuatan nyata masyarakat, untuk melindungi dan memperjuangkan nilai-nilai dan kepentingan didalam arena segenap aspek kehidupan.
Pemerintah kota palu merelokasi puluhan pelaku usaha mikro kesil dan menengah (UMKM) terdampak tsunami dikawasan pantai teluk palu kekawasan Hutan Kota Kaombona. Pemindahan tersebut secara resmi oleh Wali Kota Hidayat melalui surat keputusan (SK) tentang pemanfaatan sementara zona seni budaya UMKM di Hutan Kota Kaombona Palu yang diserahkan kepada perwakilan kantor Kecamatan Mantikulore Kelurahan Talise dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di Kelurahan Talise. Pemerintah mengharapkan agar Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan talise dapat mengelolah dengan baik para pedagang UMKM yang berjualan di seni budaya UMKM hutan kota Palu. Pemindahan para
pelaku UMKM di jutaan kota merupakan upaya pemerintah kota palu untuk memulihkan perekonomian para pedagang yang sebelumnya berjualan dipesisir pantai teluk palu.Pelaku UMKM yang mendirikan lapak di area itu merupakan pelaku UMKM disepanjang pantai talise sebelum bencana alam tsunami pada 28 september 2018 lalu, pemilihan area Hutan Kota sebagai lokasi pusat UMKM merupakan instruksi wali kota palu sebagai upaya pemulihan perekonomian para pelaku UMKM dan agar pelaku UMKM lebih tertata sehingga tidak menggnggu kemanan, ketertiban dan keindahan kota.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka permalalahan penelitian ini akan dibatasi dalam bentuk pertanyaan dasar yang perlu memperoleh jawaban dari penelitian tersebut, yaitu antara lain:
1. Bagamanakah pemberdayaan yang dilakukan pemerintah terhadap pelaku UMKM yang ada di Hutan Kota Kaombona?
2. Apa saja faktor pendukung dan hambatan dalam pemberdayaan masyarakat dalam hal ini pelaku UMKM yang ada di Hutan Kota Kaombona?
3. Apa saja manfaat yang didapatkan oleh pelaku UMKM yang ada di Hutan Kota Kaombana setelah adanya peberdayaan?

1.3 Tinjauan Pustaka
1. Konsep Tentang Implementasi
Hinggis (1985) dalam Harbani Pasolong (2011:57) mendefinisikan implementasi sebagai rangkuman dari berbagai kegiatan yang didalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran strategi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua yang diterbitkan oleh Dapartemen Pendidikan dan kebudayaan (1991) ditegaskan arti implementasi atau Im. Ple. Men. Ta. Si. Sebagai ; pelaksanaan atau penerapan. Sedang secara Etimologis, Implementasi mengandung arti sebagairealisai atau tindak lanjut dari suatu pelaksanaan yang mencakup perihal perbuatan dan usaha tertentu.Implementasi dalam arti harfiah adalah pelaksanaan. Untuk lebih jelasnya, implementasi dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan berkesimbungan yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program menjadi kenyataan. Bernardine R. Wijaya & Susilo Supardo dalam Harbani Pasolog (2011:57) mengatakan bahww implementasi adalah proses mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktek. Secara garis besar implementasi dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Solichin A.W (2005 : 65), mengatakan bahwa memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhariaan implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakatatau kejadian-kejadian.
Orang sering beranggapan bahwa implementasi hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah di putuskan legislative atau cara pengambilan keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataan dapat dilihat sendiri bahwa betapapun baiknya rencana yang telah dibuat tetapi tidak ada gunanya apa bila itu tidak dilaksanakan dengan baik dan benar. Ia membutuhkan pelaksana yag benar-benar jujur, untuk menghasilkan rambu-rambu pemerintahan yang berlaku.
Gordon (1986) dalam Harbani Pasolong ( 2011:58) mengatakan implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program. Selanjutnya Van Meter dan Van Hom dalam Solichin A.W (2005:65), kemudian memberikan pengertian tentang implementasi yaitu : “tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.
Pressman dan Wildavsky dalam Solichin A.W (2005:65) “menyatakan bahwa sebuah kata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda kebijaksanaan”.Sehingga bagi kedua pelopor study implementasi ini maka proses untuk melaksanakan kebijakan perlu mendapatkan perhatian yangseksama dan oleh sebab itu adalah keliru kalau kita mengganggap bahwa proses tersebut dengan sendirinya akan berlangsung mulus.Oleh sebab itu Solichin A.W (2005 : 59) mengatakan bahwa “Tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari seluruh proses kebijakan”. Lebih jauh lagi Solichin A.W (2005 : 102) kemudian mengidantifikasi faktor-faktor yabg mempengaruhi dalam suatu proses implementasi, berupa :
1.Output–output kebijakan (keputusan-keputusan) dari badan-badan pelaksana.
2.Kepatuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap keputusan tersebut.
3.Dampak nyata keputusan-keputusan badan pelaksana.
4.Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut.
Evaluasi sistem politik terhadap undang-undang, baik berupa perbaikan-perbaikan mendasar (upaya untuk melaksanakan perbaikan) dalam muatan atau isinya.
Dalam implementasi kebijakan terdapat berbagai hambatan. Gow dan Morss dalam Harbani Pasolong (2011:59) mengungkapkan antara lain
(1) hambatan politik, ekonomi dan lingkungan,
(2) kelemahan institusi,
(3) ketidakmampuan SDM di bidang teknis dan administrasi,
(4) kekurangan dalam bantuan teknis,
(5) Kurangnya desentralisai dan partisipasi,
(6) pengaturan waktu,
(7) system informasi yang kurang mendukung,
(8) perbedaan agenda tujuan antar actor,
(9) dukungan yang berkesimbangan.

2. Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 125Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataandan Pemberdayaan Pedagang Kaki LimaPasal 1 ayat(1) dijelaskan bahwa Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan, dan bangunan milik pemerintah danswasta yang bersifat sementara.
Menurut McGee dan Yeung (1977: 66), PKL mempunyai pengertian yang sama dengan‘hawkers’, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual ditempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Senada dengan hal itu, Soedjana (1981)dalam kutipan Hilal (2013), mendefinisikan PKL sebagai sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di atas trotoar atau di tepi/di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.
Proses perencanaan tata ruang, sering kali belum mempertimbangkan keberadaan dan kebutuhhan ruang untuk PKL. Ruang-ruang kota yang tersedia hanya difokuskanuntuk kepentingan kegiatan dan fungsi formal saja.
Kondisi ini yang menyebabkan para PedagangKakiLimaberdagang ditempat-tempat yang tidak terencana dan tidak difungsikan untuk mereka.Akibatnya mereka selalu menjadi obyek penertiban dan pemerasan para petugas ketertiban serta menjadikan kota berkesan semrawut.
Studi menunjukkan bahwa hampir di semua negara-negara Asia, PKL tidak mempunyai status legal dalam menjalankan usahanya dan mereka terus mendapatkan tindakan kekerasan oleh pemerintah kota dengan program yang mengatasnamakan penertiban atau penataan (Bhowmik, 2005 dalam kutipan Effendi, 2005).Di sisi lain, peran yang dijalankan sektor informal termasuk PKL belum sepenuhnya diterima pemerintah kota. PKL lebih dipandang sebagai aktivitas non-profit, karena tidakberkontribusi pada ekonomi lokal atau nasional melalui pajak. Mereka dimarginalkan dalam agenda pembangunan, dengan demikian terkena dampak buruk darikebijakan makro sosio-ekonomi.
Terbatasnya dukungan kebijakan membuat sektor ini tidak aman (Bhowmik, 2005 dalam kutipan Effendi, 2005), yang berdampak buruk pada mata pencaharian penduduk miskin urban. Mereka terkenal karena memberikan sebagian penduduk urban kebutuhan barang atau jasa yang tidak dapat disediakan olehoutlet ritelbesar. Disamping fakta bahwa PKL adalah sumber mata pencaharian penting bagi penduduk miskin urban, PKL juga menempati badan-badan jalan dan trotoar dan tidak menyisakan cukup ruang bagi pejalan kaki. Kondisi ini menjadi perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan masalah sosial seperti hadirnya pencopet, pencuri, dan sebagainya. Situasi ini menciptakan masalah dalam pengelolaan, pembangunan dan merusak morfologidan estetika kota.

3. Arah Pembinaan
Dalam menangani PKLperlu mencari solusi yang baik dan bijaksana, karena pemusnahan tanpa memberi jalan keluar dengan memberi tempat yang memenuhi syarat, sama saja dengan mematikan tumbuhnya ekonomi kerakyatan, yang notabene sumbeer hidup masyarakat bawah. Sektor ini membutuhkan perhatian yang lebih baik lagi dari pihak pemerintah. Oleh karena itu, jalan yang terbaik untuk menangani sektorini adalah melalui pembinaan.Namun pembinan sektor informal ini juga memiliki dampak negatif dalam kaitannya dengan gejala urbanisasi. Sebab pembinaan yang menguntungkan sektor informal ini akan memancing orang-orang desa lainnya masuk ke sektor informal perkotaan. Hal ini akan menambah beban urbanisasi yang dihadapi kota. Oleh karena itu, program pembinaan sektor informal harus dijalankan secara terpadu dengan pembinaan perekonomian dan sektor informal di pedesaan agar pembinaan itu tidak menjadi bumerang bagi maksud baik pembinaan itu sendiri.

4. Langkah-langkah Pembinaan
Pembinaan dalam sektor informal bukan hanya menyangkut mereka yang menggeluti bidang PKL, melainkan juga organ kepemerintahan yang ada di dalam instansi yang terkait dengan bidang tersebut. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas program pembinaan PKL dapat dikelompokkan ke dalam empat pendekatan yaitu:
1.         Mendorong sektor-sektor yang ada menjadi formal. PKL diorientasikan nantinya dapat mendirikan toko-toko yang permanent. Untuk itu tentu diperlukan dukungan moral dan latihan manajerial serta pengetahuan teknis. Pendirian toko-toko yang permanent tentunya didirikan pada tempat-tempat yang memang khusus untuk menampung pedagang-pedagang formal. Misalnya, pasar, pusat-pusat perbelanjaan modern, dan lain-lain. Dengan demikian penempatan mereka harus dibekali dengan penyuluhan-penyuluhan yang berkaitanb dengan bidang usahanya masing-masing. Setelah mendapatkan bimbingan dan binaan, dalam jangka waktu tertentu diharapkan usaha PKL menjadi lebih maju dan bersedia serta mampu untuk pindah ke pasar-pasar atau toko-toko sesuai dengan jenis barang dagangannya. Peningkatan ini disamping meningkatkan kemampuan dan penghasilan tenaga yang bersangkutan, juga cenderung untuk menambah kesempatan kerja dan lebih mudah dicatat sebagai wajib pajak.
2.         Meningkatkan kemampuan dalam usaha sektor informal. PKL dapat dibantu melalui penyediaan bahan baku atau membantu kelancaran pemasaran.Selain itu, untuk menambah kebersihan dan kecantikan wilayah PKL, pemerintah dapat membantu dengan memberi gerobak supaya seragam atau pemerintah hanya memberi petunjuk alat peraga (rombong bagi PKL) dengan bentuk, ukuran dan ciri khas lainnya. Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan dalam usaha PKL hendaknya sewa lokasi atau pungutan uang harus benarbenar menciptakan keadilan untuk masing-masing PKL.
3.         Dilakukan relokasi yaitu penempatanpara PKL di lokasi baru. Penempatan PKL di lokasi yang baru ini dianggap penting karena PKL sering dianggap menimbulkan kerugian sosial misalnya kemacetan jalan. Namun penempatan ini perlu dipertimbangkan faktor konsumen dan kemampuan penyesuaian lokasi baru bagi yang berusaha di sektor petugas, akan tetapi di pihak lain yang tidak kalah pentingnya adalah konsistensi pengaturan yang perlu diterapkan.
4.         Dalam penanganan usaha sektor informal adalah mengalihkan usaha yang sama sekali tidak mempunyai prospek ke bidang usaha lain. Pendekatan ini bagi PKL, tidak sepenuhnya sesuai karena yang diharapkan oleh PKL biasanya bukan pengalihan usaha atau penggantian bidang usaha melainkan peningkatan usaha mereka. Bidang usaha PKL ini dipandang masih mempunyai prospek untuk lebih maju.Dari uraian diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa aktivitas-aktivitas program pembinaan PKL dapat dilakukan dengan mendorong sektor informal menjadi formal, meningkatkan kemampuan dalam usaha sektor informal serta menyediakan lokasi baru bagi para PKL pasca penertiban PKL, dengan tetap memperhatikan kondisi dan potensi PKL.

1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-deskriptif. Untuk mendapatkan narasumber yang tepat dan sesuai tujuan, teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan sistem purposive sample. Pengumpulan data dilakukan dengan meggunakanteknik wawancara, dokumentasi, dan observasi.
Validitas ini didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum.Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Terdapat 3 (tiga) teknik triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Di dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, yaitu untuk menguji kredibilitas data yang dilakukandengan cara mengumpulkan data dengan teknik yang sama melalui sumber yang berbeda-beda.

1.5 Teori implementasi kajian Edward III
Deskripsi Teori1.Implementasi Kebijakan Publika.KonsepImplementasi:Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan berupa program program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun kerjasamapemerintah dengan masyarakat. Van Meter dan Van Horn (dalam Budi Winarno,2008:146-147) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini
mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa:Implementasiadalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan itu sendiri.

1) Teori George C. Edward
Edward III (dalam Subarsono, 2011: 90-92)berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

a)      Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
b)      Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial.
c)      Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifatdemokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
d)     Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure(SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Menurut pandangan Edwards (dalam Budi Winarno, 2008: 181)

sumber-sumber yang penting meliputi, staff yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukanuntuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.
Struktur Birokrasi menurut Edwards (dalam Budi Winarno, 2008: 203) terdapat dua karakteristik utama, yakni Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi:
SOP atau prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.

Comments

Popular posts from this blog

TATA IBADAH PERSEKUTUAN PEREMPUAN

TATA IBADAH PERSEKUTUAN PEREMPUAN KELOMPOK PELAYANAN      JEMAAT IMANUEL GKST BENTUK II.    PF : Pnt Modyliza Pollah Pada Keluarga        :        I.             PERSIAPAN (Berdiri) Menyanyi Mars Wanita GKS     II.             PENGAKUAN DAN PENGHARAPAN P           : Berbahagialah orang yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkannya siang dan malam J           : Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musim dan yang tidak layu daunnya, apa saja yang diperbuatnya berhasil. P+J       : Sebab Tuhan mengenal jalan benar (Mazmur 1)               Menyanyi :   III.             UNGKAPAN SYUKUR P           : Terpujilah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. J           : Sebab didalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan P           : Supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya J           : Da

kata pengantar

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan tugas ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. tugas ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Hubungan Internasional. tugas ini di susun oleh penyusun dengan berbagai aspek.. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.  Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya tugas ini dapat terselesaikan. tugas ini memuat tentang Hubungan Internasional dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia hubungan internasional. Semoga tugas ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada  pembaca. Walaupun tugas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.